Selasa, 08 Oktober 2013

Opini Yudi - FK LAS HST



 Haruskah Orang Miskin Berurusan Hukum?
Penyediaan modal bagi masyarakat miskin melalui Simpan Pinjam Perembuan (SPP) banyak menemui hambatan. Contohnya, adanya tunggakan pada kelompok SPP.
Ada yang karena  tidak bisa membayar angsuran. Ada juga karena penyelewengan dana angsuran anggota dan dana tanggung renteng digunakan oleh oknum ketua kelompok dengan alasan digunakan untuk penambahan modal usaha. Jika usaha gagal berimbas tidak bisa melunasi hutang-hutangnya.

PNPM – MP merupakan program yang berbasis pemberdayaan, yang artinya pembinaan terhadap peningkatan kulitas hidup dari orang yang diberdayakan. Namun apa jadinya apabila pembinaan ini harus terbentur pada aspek hukum.
Berbagai macam cara sudah ditempuh oleh pelaku-pelaku yang ada di kecamatan maupun kabupaten unuk menangani tunggakan SPP ini. Dari pengidentifikasian kelompok pinjaman bermasalah, penagihan secara langsung terhadap penunggak, hingga mengadakan musyawarah desa penanganan masalah yang tujuan intinya adalah kembalinya dana pemerintah yang ada di masyarakat yang dikarenakan adanya tunggakan-tunggakan tersebut.

Dalam aturan yang ada, kelompok bisa mengambil barang yang senilai dengan tunggakan yang ada apabila anggota kelompoknya ada tunggakan, namun karena SPP ini berbasis RTM tidak jarang ditemui mereka tidak memiliki barang-barang berharga untuk dijadikan jaminan. Akhirnya mereka hanya pasrah apapun tindakan yang akan dilakukan. Yang jadi pertanyaan besar adalah HARUSKAN HUKUM DIBERLAKUKAN apabila program menemui jalan buntu?
 (Yudi FK LAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar