Haruskah Orang Miskin Berurusan Hukum?
Penyediaan modal bagi masyarakat miskin melalui Simpan Pinjam Perembuan
(SPP) banyak menemui hambatan. Contohnya, adanya tunggakan pada kelompok SPP.
Ada yang karena tidak bisa membayar
angsuran. Ada juga karena penyelewengan dana angsuran anggota dan dana tanggung
renteng digunakan oleh oknum ketua kelompok dengan alasan digunakan untuk
penambahan modal usaha. Jika usaha gagal berimbas tidak bisa melunasi
hutang-hutangnya.
PNPM – MP merupakan program yang berbasis pemberdayaan, yang artinya
pembinaan terhadap peningkatan kulitas hidup dari orang yang diberdayakan.
Namun apa jadinya apabila pembinaan ini harus terbentur pada aspek hukum.
Berbagai macam cara sudah ditempuh oleh pelaku-pelaku yang ada di kecamatan
maupun kabupaten unuk menangani tunggakan SPP ini. Dari pengidentifikasian
kelompok pinjaman bermasalah, penagihan secara langsung terhadap penunggak,
hingga mengadakan musyawarah desa penanganan masalah yang tujuan intinya adalah
kembalinya dana pemerintah yang ada di masyarakat yang dikarenakan adanya
tunggakan-tunggakan tersebut.
Dalam aturan yang ada, kelompok bisa mengambil barang yang senilai dengan
tunggakan yang ada apabila anggota kelompoknya ada tunggakan, namun karena SPP
ini berbasis RTM tidak jarang ditemui mereka tidak memiliki barang-barang
berharga untuk dijadikan jaminan. Akhirnya mereka hanya pasrah apapun tindakan
yang akan dilakukan. Yang jadi pertanyaan besar adalah HARUSKAN HUKUM
DIBERLAKUKAN apabila program menemui jalan buntu?
(Yudi FK LAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar