Jumat, 27 Desember 2013

Di Balik Penggelapan Dana SPP Bati-bati Rp 1,1 M



Tak Cukup Modal Kepercayaan
 PELAIHARI- Memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang sekian lama diberi mandat mengelola keuangan ternyata bisa menjadi bumerang.
Bazar sembako murah menjelang Idul Fitri
Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) Bati-bati Kabupaten Tanah Laut, HM Thoha menutup buku tahun 2013 dengan catatan merah yang nyaris membuat semua pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Kalimantan Selatan memendam marah. Bagaimana tidak marah, kurang dari lima bulan Rabiatul Fitriah bendahara UPK Bati-bati menerima penghargaan dari Gubernur sebagai UPK terbaik se-provinsi, tanpa seorang pun menduga dinyatakan sebagai tersangka kasus penggelapan dana perguliran kelompok SPP. Taksiran sementara, dana yang seharusnya dimanfaatkan oleh warga rumah tangga miskin (RTM) sebanyak Rp 1,1 miliar ditilep untuk kepentingan pribadi.
Ketua UPK dan Koordinator Faskab serius bahas Bati-bati.
Ihwal kasus ini terendus dari pemeriksaan rutin Fasilitator Keuangan PNPM-MPd Kabupaten Tanah Laut, Aminah, 12-13 September 2013 yang menemukan “gunung es” penyimpangan. Aminah yang bertugas di kabupaten ini belum genap enam bulan semula ikut bangga kepada UPK Bati-bati yang tak pernah menyisakan tunggakan setiap bulannya. Keuntungan UPK pun tiap tahun dibagikan kepada warga RTM dalam seremoni yang meriah. Bahkan pada 2013 acara bakti sosial membagi surplus dihadiri bupati dan wakil bupati terpilih.
Atul berperan penting di acara penting
Namun Aminah mencermati, mengapa penyaluran dana bergulir kepada kelompok SPP yang hendak meminjam lagi diberikan pada
akhir bulan. “Penyaluran 80 % di akhir bulan. Kami menelusuri, menemukan satu kelompok SPP yang mengajukan pinjaman sampai tanggal 30 belum menerima dananya. Bendahara mengakui, ada kelompok SPP belum terima dana pinjaman yang diajukan Rp 155 juta. Pada saat yang sama dia juga tak bisa menunjukkan kelompok SPP lain yang hendak meminjam Rp 96,5 juta. Padahal di buku kas dilaporkan dana sudah disalurkan ke semua kelompok SPP,” papar Aminah.
Dari temuan itulah tim fasilitator kabupaten (faskab) sigap menggali informasi di lapangan. Koordinator faskab, Syaiful Rahman akhirnya mendapatkan pengakuan dari Atul, sapaan akrab Rabiatul Fitriah, dana perguliran yang tidak disalurkan ke kelompok SPP sekitar Rp 800 juta. Setelah diaudit lebih jauh, ditemukan nilai penggelapan Rp 1,1 miliar. Cara menyelewengkannya antara lain dengan membuat data duplikat kelompok SPP. Tim verifikasi yang hendak mengecek satu per satu keberadaan kelompok sebelum menerima kucuran dana disodori data yang benar-benar ada kelompoknya. Tapi di lapangan anggota kelompok oleh pelaku diacak. Tim bisa bertemu dengan semua peminjam. Untuk nama-nama peminjam yang dimanipulasi oleh pelaku dikatakan orangnya sedang pergi, dan akan diverifikasi sendiri oleh pelaku dengan alasan bagi tugas agar pekerjaan cepat selesai.
Cara meyakinkan pelaku kepada ketua UPK HM Thoha sulit dibantah. “Apalagi saya di bidang ke-UPK-an masih baru. Dia menjadi bendahara UPK sejak 2008, belum pernah ganti. Jadinya, kami percaya sepenuhnya pada apa yang dia laporkan. Karena kenyataannya setiap diaudit selalu beres, tidak ditemukan penyimpangan,” papar Thoha.
Ketua UPK terdahulu, Aman Sutrisna, mengundurkan diri tahun 2010, kemudian digantikan HM Thoha yang sebelumnya hanya menjadi KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa). Saat itu Thoha menangkap kesan, pengunduran diri Aman Sutrisna karena sudah menangkap ketidak beresan Atul.  “Saya sendiri merasa kalah pintar dengan Bu Atul dalam hal keuangan, dan sudah beberapa kali minta diganti tapi tidak pernah dikabulkan,” ungkap Thoha.
 Saat harus berhadapan dengan tim pemberantasan tindak pidana korupsi (tim tastipikor) Polres Tanah Laut, Thoha menyadari, memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang kelihatannya baik bisa menjadi bumerang. Thoha tak mengira, orang sebaik Atul dalam penampilan sehari-harinya bisa berbuat senekad itu. “Modal kepercayaan saja tidak cukup jika kita diserahi mandat untuk mengelola uang. Pengawasan tetap harus ketat,” ujarnya memetik pelajaran dari kasus ini.(kie)

Fasilitator Periksa Keuangan Dimarahi
Begitu berpengaruhnya Atul, diceritakan HM Thoha, saat fasilitator kecamatan (FK) baru hendak memeriksa lebih detail laporan keuangan UPK Bati-bati, justru dimarahi. Pengurus UPK yang lain, termasuk Thoha sempat ikut-ikutan menunjukkan sikap konfrontasi kepada FK Krisna Werneti. “Kami sempat memperingatkan kepada FK yang baru agar jangan macam-macam mencari-cari kesalahan,” kenangnya saat memarahi FK.
Atul saat menerima penghargaa UPK terbaik se-Kalsel.
Itu bukan tanpa sebab. Karena sewaktu FK mulai mengendus ada ketidakberesan laporan keuangan, Kepala Desa Nusa Indah Suparman yang juga ketua BKAD (Badan Kerja Sama Antar-Desa), membela Atul yang juga menjadi bendahara desa di sana. Ketua BP UPK, Ir Sujiono, pun awalnya meminta agar masalah diselesaikan internal saja, tak perlu melibatkan aparat penegak hukum. Namun begitu tahu bahwa dana yang digelapkan mencapai Rp 1,1 miliar, mereka hanya bisa terbengong-bengong, karena dana itu diselewengkan sejak tahun 2010.
Bersama tim pemberdayaan di Tala
Tak ada yang percaya bagaimana mungkin uang sebanyak itu bisa mengalir masuk ke kantong pribadi. Tim faskab yang menelusuri awal penyimpangan memang bermula dari jumlah kecil. “Ada kelompok yang membayar angsuran tidak ke kantor UPK, tapi ke rumah bendahara. Angsuran itu tidak disetorkan ke bank,” ujar Aminah. Kelompok SPP yang datanya dimanipulasi dalam laporan selalu tidak memiliki tunggakan karena setoran ditutup dengan memanipulasi penyaluran ke kelompok lain. Intinya mirip gali lubang tutup lubang. Baru pada bulan September 2013, karena lubang yang harus ditutup sudah terlalu banyak, pelaku kewalahan dan laporan tak bisa direkayasa lagi.
BPKP sampai akhir Desember 2013 masih menuntaskan audit atas permintaan tim tastipikor, dan menemukan angka Rp 9 juta uang angsuran kelompok yang ditilep Atul. Yang bersangkutan sendiri sangat kooperatif dalam pemeriksaan ini, sehingga meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka namun tidak ditahan.
Untuk apa saja uang itu dipakai, semua orang di sekitarnya menyatakan karena gaya hidup mewah. Mereka tidak menaruh curiga dengan gaya hidup itu karena selama ini dikenal sebagai istri seorang kontraktor. Pengakuannya kepada tim pemeriksa BPKP terungkap, untuk keperluan pribadi setiap hari Rp 200 ribu x 30 hari x 29 bulan sekitar Rp 174 juta. Untuk beli tas, baju, sepatu sekitar Rp 20 juta. Beli perhiasan Rp 75 juta, dibawa ke Jawa Rp 30 juta, untuk biaya kuliah Rp 10 juta. Sejauh ini belum diketahui ke mana dia membawa uangnya karena dari catatan baru terdata sekitar Rp 447.800.000 yang dipakai untuk kepentingan pribadi.(kie)

Kamis, 26 Desember 2013

Melayat pun Dikira Menagih Utang



Tanpa FK, BKAD-BPUPK Takisung Kompak

Meskipun tanpa didampingi Fasilitator Kecamatan (FK), Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Takisung Kabupaten Tanah Laut, tetap menunjukkan kinerja yang kompak dengan BP-UPK dan BKAD dalam mengelola dana perguliran SPP. Karena banyak kelompok SPP yang antre mengajukan pinjaman, pengurus UPK dibantu BKAD harus rajin mendatangi kelompok yang sering mengemplang utang.
Ketua dan sekretaris BKAD
“Sampai-sampai pada saat kami melayat pun dikira hendak menagih utang,” ujar ketua BP-UPK Dhuyufur Rahman, saat melakukan evaluasi akhir bulan bersama ketua UPK  Euis Nawati, bendahara Yuliana dan sekretaris Ratmanto, belum lama berselang. Di kantor berdinding papan yang disewa Rp 300 ribu sebulan, wajah UPK Takisung tampak kusam. Maklum, sejak 2009 pertama memperoleh modal perguliran sekitar Rp 500 juta untuk kelompok SPP dari BLM belum pernah ada tambahan modal. Takisung tidak mendapatkan BLM dari PNPM Mandiri Perdesaan karena ada PNPM lain yang masuk ke Takisung.
Dokumentasi pembagian surplus, sembako untuk RTM
Ketua BKAD Takisung H Sahar Musir yang juga mantan anggota DPRD Tanah Laut menilai, tunggakan kelompok SPP tergolong masih wajar. “PNPM itu mengelola dana dan aset serta orang. Kalau uang dipinjam di tangan orang, lalu ada tunggakan ya wajar,” kata Sahar Musir. Yang lebih penting, menurut Sahar Musir, penagihan kepada kelompok yang bandel dilakukan untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat. “Kami tetap minta kepada kepala desa untuk ikut bertanggung jawab menagih kelompok yang bandel,” ujarnya.
BP-UPK dan pengurus UPK
Dari catatan sekretaris BKAD Mahyudin, aset UPK Takisung kini mencapai Rp 1,1 miliar dari pengembangan modal awal Rp 500 juta. “Itu berkat kegigihan semua pengurus UPK,” Mahyudin menilai. Makanya, saat bendahara UPK Yuliana harus mundur karena masuk menjadi calon anggota DPRD Tanah Laut, pengurus yang lain sangat terbebani mengingat sulit mencari pengganti yang cukup pengalaman di bidang pemberdayaan kelompok SPP. Masyarakat merasa tertolong oleh kehadiran dana perguliran SPP, dan UPK Takisung merasa sudah bisa mandiri meskipun tanpa kehadiran FK.
Merasa tak memiliki dana operasional kegiatan (DOK) dari , tim penyehatan pinjaman (TPP) tak bisa dibentuk. Maka untuk menangani tunggakan di Desa Sumber Makmur misalnya, tim UPK sendiri harus berkali-kali ke sana. Tunggakan Rp 14 juta di tangan pengurus kelompok disanggupi Januari 2014 lunas. “Yang bahaya kalau pinjam tidak untuk usaha, sehingga yang menunggak orang yang tak jelas digunakan untuk apa,” kata Sahar Musir.
Ketua UPK Euis Nawati berkisah, pernah saat menagih dimarahi oleh suami pengurus kelompok. Kebanyakan anggota SPP bekerja di kebun karet. Jika musim hujan sulit. “Karena namanya simpan pinjam perempuan, suami sering tak tahu. Datang tagihan, ribut. Yang akan datang, suami harus tahu,” kata Euis. Misalnya di Desa Ranggam Dalam ada buruh sawit. Saat terendam tak kerja. Sewaktu ditagih ada yang mau memukul.
Tunggakan total di Takisung sekitar Rp 100 juta. Karena itu belum semua kelompok yang antre hendak pinjam bisa terlayani. Memang tiap bulan UPK menyalurkan dana, sesuai hasil MAD perguliran yang dilaksanakan setahun dua kali. Pada MAD itu sekaligus dibahas cara menangani tunggakan dan penyaluran surplus UPK untuk membantu warga RTM. Ada satu desa, Ranggam Dalam, satu dan lain masih keluarga. Ketua kelompok mau menagih sungkan. Mereka minta UPK ikut menagih mendampingi ketua kelompok. Padahal tunggakan hanya sekitar Rp 3 juta. Kelompok Tahlilan Jumat Desa Batilai yang semula punya tunggakan Rp 70 juta kini tinggal Rp 27,5 juta.
Tercatat sampai akhir Desember 2013 daftar tunggu ada 16 kelompok terdiri 142 anggota dengan nilai yang diajukan Rp 750.500.000. Saat MAD perguliran ada 31 kelompok Rp 1.569.500. Yang terdanai saat itu hanya 15 kelompok. Sampai Desember sisa 5 kelompok senilai Rp 282.500.000. Untuk kelompok baru, ada kelompok Mufakat Kuala Tambangan, dan Mawadah Aska memiliki anggota baru yang maksimal pinjam Rp 2 juta. Anggota SPP menggunakan modal pinjaman SPP itu untuk modal usaha pertanian, warung, nelayan, dan modal pribadi. Dengan uang jasa 16%, pertambahan dari Rp 509.850.000 sekarang aset produktifnya skitar Rp 1,1 miliar.  
Uang di bank tak pernah banyak, sekadar menunggu untuk bisa digulirkan ke kelompok lain. Tiap bulan ada penyaluran, setoran rata-rata per bulan Rp 140 juta. Surplus UPK diberikan untuk RTM tahun 2013 senilai Rp 25 juta berupa 180 paket sembako.  Dari hasil surplus itu pula, honor ketua UPK sebesar Rp 1.350.000, bendahara Rp 1.300.000, dan sekretaris Rp 1.250.000 per bulan bisa dibayarkan.
Kelompok yang dibina semua bikin simpanan pokok dan wajib di kelompok masing-masing sebagai jaminan agar tak sampai menunggak. Pengurus kelompok sendiri bikin arisan di tingkat UPK, dengan tempat bergiliran di tuan rumah ketua kelompok. Ada kelompok yang sudah membuat tabungan gula yang dibagi saat Ramadan. Batas maksimal peminjam dibatasi Rp 4,5 juta. (kie)

Sabtu, 14 Desember 2013

Gairah Pelatihan Jurnalistik RBM Tanah Bumbu (2)



Terima BLM Rp 3 M Masyarakat
Kuranji Kadang Bawa Ego Sendiri
Masyarakat desa di Kecamatan Kuranji Kabupaten Tanah Bumbu, kadang membawa egonya sendiri dalam musyawarah antar-desa (MAD) untuk mengalokasikan dana BLM (bantuan Langsung masyarakat)  dari PNPM Mandiri Perdesaan yang tahun 2013 memperoleh Rp 3 miliar.

“Dengan dana yang begitu besar maka seorang Pendamping Lokal harus kerja lebih ekstra,  mulai dari perencaan kegiatan, pelaksaan sampai dengan pelestarian,” kata Nurdin, pendamping lokal (PL) di Kecamatan Kuranji saat mengikuti pelatihan jurnalistik  bagi pelaku pemberdayaan di Batulicin, 13-14 Desember 2013.
Menurut Nurdin, PL harus bekerja mulai dari MAD Sos (Musyawarah Antar Desa Sosialisasi) sampai pada rapat Prapelaksanaan TPK. “Maka seorang PL harus selalu siap memfasilitasi kegiatan tersebut. Itu baru perencaan,”  ujarnya dengan menambahkan, pada proses pelaksanaan harus bekerja mulai dari pemeriksaan RPD (Rencana Penggunaan Dana) sampai pada pemeriksaan LPD (Laporan Penggunaan Dana).
Ketika di tanya tentang masalah yang ada di Kecamatan, dikatakannya selama ini untuk Kecamatan Kuranji tidak ada masalah yang sangat fatal. “Ya, paling kita harus berhadapan dengan masyarakat di desa yang kadang membawa egonya sendri. Namun semua itu dapat kita pecahkan dengan duduk bersama,” ujarnya dengan senyum. (*Syamsul,Nurdin,Wiyati,Hadi*)

Gairah Peltihan Jurnalistik RBM Tanah Bumbu (1)



Mendadak Ingin 
Jadi Jurnalis
BATULICIN- Jumanto mulai percaya diri, usai mengikuti pelatihan jurnalistik bagi para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan mampu mengekspresikan gagasan dan pikirannya melalui media massa. Salah satu peserta dari Kecamatan Mantewe  itu sudah mengerti, prinsip menulis dengan rumus 5 W + 1 H. Dalam satu tulisan harus mengandung unsur, apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana.

Hal senada juga diungkapkan Sudirman, seorang  PL (pendamping lokal ) dari Kecamatan Kusan Hilir. Ia menyadari pentingnya mengumpulkan data, informasi, keterangan, kejadian/peristiwa, aktifitas, situasi, dan merekam keadaan untuk dituangkan menjadi suatu berita di media massa.  Mereka mendadak ingin menjadi jurnalis, dan siap praktik menggali informasi di lapangan melakukan wawancara di UPK Simpang Empat.
Pada pelatihan yang diselanggarakan oleh kelompok kerja (pokja) Ruang Belajar Masyarakat (RBM), 13 - 14 Desember 2013 di hotel Hilmar itu, disambut suka cita oleh peserta dari  10 kecamatan. Tujuan pelatihan, seperti diungkap ketua Pokja RBM Darmansyah Daniel, untuk membentuk calon jurnalis yang profesional di masa yang akan dating.
Fansyuri, MM, selaku PJO (Penanggung Jawab Operasional) Kabupaten, dalam sambutannya berharap pelatihan ini bisa dijadikan bekal menjadi  jurnalis yang handal ke depannya agar masyarakat lebih mudah melihat permasalahan Tanah Bumbu melalui media massa. Sebagai narasumber Kholid Anwar, konsultan spesialis Komunikasi, Informasi dan Edukasi pada RMC-3 Kalsel, menyampaikan Jurnalisme Pemberdayaan.
( Kelompok III; Sudirman, Dwi Nugroho, Jumanto, Sandi, Ramli)