Senin, 09 Desember 2013

Salam Kompak dari SiKompak


Ketua UPK Mantawe Siti Arba'ani


Dilema Dana Perguliran Mengendap
Pemberdayaan ekonomi bagi warga RTM (rumah tangga miskin) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dalam praktiknya diatur melalui mekanisme dana perguliran untuk kelompok simpan pinjam khusus perempuan (SPP). Di sejumlah UPK (Unit Pengelola Kegiatan), dan perguliran itu betul-betul terserap sebagai modal usaha bagi warga masyarakat yang membutuhkan. Karena itu, setiap angsuran dari kelompok SPP masuk ke UPK, sebulan kemudian langsung disalurkan lagi ke kelompok lain yang membutuhkan modal. Uang yang mengendap di bank tak ada. Bahkan untuk beberapa UPK, sepeti di Mantewe dan Karangbintang Kabupaten Tanah Bumbu, atau di Kelumpang Hulu Kabupaten Kotabaru, kelompok SPP yang hendak meminjam ke UPK harus antre dalam daftar tunggu.
Namun di sejumlah UPK, dana menganggur yang tak bisa disalurkan ke kelompok SPP juga banyak. Di Kalimanan Selatan tercatat dana menganggur di bank sekitar 46% dari total dana bergulir Rp 110.233.169.837. Indikator untuk mengukur bahwa pemberdayaan ekonomi warga masyarakat miskin berjalan sesuai kriteria PNPM Mandiri Perdesaan adalah jika dana yang mengendap di bank maksimal 15 persen. Di Kabupaten Tanah Bumbu, dalam rapat koordinasi tim fasilitator awal pekan lalu, seperti dipaparkan Fasilitator Keuangan Samsudin, uang yang mengendap di bank masih tinggi. Namun ia optimis pada akhir Desember 2013 nanti dana tersebut sudah bisa tesalurkan.
Permasalahan yang dihadapi kebanyakan UPK “tidak berani” menyalurkan dana perguliran itu antara lain karena jika sembarangan membentuk kelompok SPP tanpa ada rekomendasi kepala desa, akan menjadi pinjaman bermasalah. Ada tunggakan, dan jika tak bisa diselesaikan dalam batas waktu yang ditentukan maka desa terkena sanksi tidak bisa mengikuti kompetisi untuk memperoleh dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana fisik.
Akhirnya banyak UPK yang mencari jalan aman. Uang dibiarkan menganggur di bank, tak disalurkan untuk kegiatan ekonomi produktif. Tentu tim fasilitator tak henti-hentinya memberikan supervisi, bagaimana agar dana itu tidak disia-siakan. Ada alasan, masyaraka di suatu kecamatan berkarakter kurang baik, menganggap dana perguliran SPP itu adalah uang pemerintah dan tidak perlu dikembalikan.
Namun masyarakat di kecamatan lain dianggap memiliki karakter baik, mudah diajak kerjasama untuk memajukan desa. Dana pinjaman kelompok SPP betul-betul dimanfaatkan untuk modal usaha. Meskipun awalnya mereka hanya pinjam Rp 2 juta lalu bisa melunasi dan pinjam lagi hingga Rp 5 juta, dana itu betul-betul dimanfaatkan. Maka perputaran uang di UPK bersangkutan lancar. Tunggakan tidak sampai melebihi 10 persen, dan uang yang menganggur di bank tak lebih dari 15 persen. Hal itu untuk memberikan gambaran, bahwa jika pemberdayaan berjalan sesuai prinsip-prinsip dasarnya, masyaraka akan dengan senang hati mengikutinya. Salam! (SiKompak)

1 komentar:

  1. perlu klarifikasi bos, itu bukan fotonya ketua UPK, tapi kalo gak salah tu foto nya bendahara bos

    BalasHapus