![]() | ||
Ketua UPK Mantawe Siti Arba'ani |
Dilema Dana Perguliran Mengendap
Pemberdayaan
ekonomi bagi warga RTM (rumah tangga miskin) dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dalam praktiknya diatur
melalui mekanisme dana perguliran untuk kelompok simpan pinjam khusus perempuan
(SPP). Di sejumlah UPK (Unit Pengelola Kegiatan), dan perguliran itu
betul-betul terserap sebagai modal usaha bagi warga masyarakat yang
membutuhkan. Karena itu, setiap angsuran dari kelompok SPP masuk ke UPK,
sebulan kemudian langsung disalurkan lagi ke kelompok lain yang membutuhkan
modal. Uang yang mengendap di bank tak ada. Bahkan untuk beberapa UPK, sepeti
di Mantewe dan Karangbintang Kabupaten Tanah Bumbu, atau di Kelumpang Hulu
Kabupaten Kotabaru, kelompok SPP yang hendak meminjam ke UPK harus antre dalam
daftar tunggu.
Namun di sejumlah UPK, dana menganggur yang tak bisa disalurkan ke kelompok
SPP juga banyak. Di Kalimanan Selatan tercatat dana menganggur di bank sekitar 46% dari total dana bergulir
Rp 110.233.169.837. Indikator untuk mengukur
bahwa pemberdayaan ekonomi warga masyarakat miskin berjalan sesuai kriteria
PNPM Mandiri Perdesaan adalah jika dana yang mengendap di bank maksimal 15
persen. Di Kabupaten Tanah Bumbu, dalam rapat koordinasi tim fasilitator awal
pekan lalu, seperti dipaparkan Fasilitator Keuangan Samsudin, uang yang
mengendap di bank masih tinggi. Namun ia optimis pada akhir Desember 2013 nanti
dana tersebut sudah bisa tesalurkan.
Permasalahan yang dihadapi kebanyakan UPK “tidak berani”
menyalurkan dana perguliran itu antara lain karena jika sembarangan membentuk
kelompok SPP tanpa ada rekomendasi kepala desa, akan menjadi pinjaman
bermasalah. Ada tunggakan, dan jika tak bisa diselesaikan dalam batas waktu
yang ditentukan maka desa terkena sanksi tidak bisa mengikuti kompetisi untuk
memperoleh dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk membiayai pembangunan
sarana dan prasarana fisik.
Akhirnya banyak UPK yang mencari jalan aman. Uang
dibiarkan menganggur di bank, tak disalurkan untuk kegiatan ekonomi produktif.
Tentu tim fasilitator tak henti-hentinya memberikan supervisi, bagaimana agar
dana itu tidak disia-siakan. Ada alasan, masyaraka di suatu kecamatan
berkarakter kurang baik, menganggap dana perguliran SPP itu adalah uang
pemerintah dan tidak perlu dikembalikan.
Namun masyarakat di kecamatan lain dianggap
memiliki karakter baik, mudah diajak kerjasama untuk memajukan desa. Dana
pinjaman kelompok SPP betul-betul dimanfaatkan untuk modal usaha. Meskipun
awalnya mereka hanya pinjam Rp 2 juta lalu bisa melunasi dan pinjam lagi hingga
Rp 5 juta, dana itu betul-betul dimanfaatkan. Maka perputaran uang di UPK
bersangkutan lancar. Tunggakan tidak sampai melebihi 10 persen, dan uang yang
menganggur di bank tak lebih dari 15 persen. Hal itu untuk memberikan gambaran,
bahwa jika pemberdayaan berjalan sesuai prinsip-prinsip dasarnya, masyaraka
akan dengan senang hati mengikutinya. Salam! (SiKompak)
perlu klarifikasi bos, itu bukan fotonya ketua UPK, tapi kalo gak salah tu foto nya bendahara bos
BalasHapus